Diberdayakan oleh Blogger.

12 Februari 2013

Cintailah Episode 10


Di dalam bus yang begitu bising ini dan semerbak bau keringat yang menusuk hidung, tak membuatnya merasa terganggu sama sekali. Berkat gadis berparas cantik yang duduk di sampingnya, membuat keramaian itu menjadi irama-irama yang merdu. Membalikkan bau busuk bagaikan harum minyak kesturi.

Waktu seperti berjalan begitu cepat di sekitarnya. Sehingga ia tak bisa merasakan kehadiran orang-orang selain wanita disampingnya. Yang mampu ia lihat dan dengar hanya Bidadari bumi itu. Dan tak ada pemandangan apapun yang mampu membuat matanya untuk berpaling.

Mulut yang tadi sudah terbuka, kembali menjadi kelu. Kalimat-kalimat yang sudah tersusun rapi di dalam otaknya, berantakan tak tersisa. Tak ada yang bisa keluar, walaupun hanya sepatah kata. Membuatnya bertambah kikuk dan tak tahu harus berbuat apa.

Sang penyejuk jiwa tampaknya tahu keanehan yang muncul dalam diri Doni. Dengan senyum yang begitu indah, ia mencoba untuk memulai pembicaraan. “Katanya ada yang mau diomongin mas? kok malah diam?” ucapnya dengan begitu lembut.

Kata-kata itu bagai Doni, ibarat oase di padang pasir. Mengaliri setiap seluk batinnya yang kering kerontang. Membuat setiap sisi tubuhnya menjadi segar tak terkira.

“Sa. Saya benar-benar bingung harus mulai dari mana.” Ucapnya terbata sambil terus melihat ke bawah.

“Apa yang membuat bingung?” ucapnya pura-pura tak mengerti.

“Sa. Saya juga tidak tahu.” Ucap Doni masih terbata-bata.

Gadis itu tersenyum. “Usirlah segala godaan setan dengan mengingat-Nya mas. Sebutlah nama-Nya di hati mas. Insya Allah segala kebimbangan dan kebingungan mas akan hilang.”

Kata-kata itu bagaikan kilatan petir yang menyambar seluruh tubuh Doni. Membuatnya kembali tersadar, setelah ia terlempar ke dunia dongeng. Dimana di dunia itu hanya ada keindahan dan perempuan berkerudung merah yang duduk di sampingnya. Halusinasinya segera tersapu oleh kata-kata sang gadis.

Cintailah Episode 9


Di dalam bus ini, Cahaya dan kegelapan sedang bertarung sengit dihatinya. Kedua sisi yang berbeda ini bertarung tanpa ada yang mau mengalah. Keduanya sama kuat. Dan hanya pemilik hati itu yang dapat menghentikannya.

Antara mimpi dan keluarga, antara cinta dan cita-cita. Jawaban yang sudah didapatnya di masjid tadi, masih tak sanggup menjadi garis yang jelas untuk kedua hal itu. Semuanya masih samar. Tak ada kejelasan.

 Bangku yang didudukinya hanya menjadi saksi bisu kegundahannya. Tak ada yang bisa memberi saran untuknya. Angin yang sesekali menyusup dari jendela, hanya mampu memberikan suara desaunya tanpa ada solusi yang berarti.

Ayah, ibu. Apa yang harus ananda lakukan? Seandainya kalian masih ada, aku tak mungkin mengalami hal seperti ini. Sekarang kalian sudah pergi, siapa yang akan memberikan nasehat padaku? hati Doni menjerit tanpa ada yang ikut memikulnya.

Cahaya kuning keemasan yang terpantul dari balik kaca bus, begitu hangat. Namun kehangatan itu juga tak dapat menyingkirkan rasa gundahnya. Bahkan tak cukup kuat menyingkirkan kegelapan di hatinya.

Cintailah Episode 8


Mimik muka Doni begitu serius menyimak cerita anak yang baru ditemuinya. Berbagai pertanyaan yang dari tadi bergelantungan di otaknya, mulai terjawab satu persatu. Dan sekarang hatinya sedang berkecamuk, peperangan untuk tetap kuliah dan kembali pulang ke rumahnya terjadi dengan begitu sengit di dalam sana.

“Begitulah kak ceritanya.” Ucap Ahmad sembari mengusap air mata yang membanjiri wajahnya.

“Jadi seperti itu. Kakakmu kuliah ke kota lain dan tak pernah menghubungi dirimu sama sekali hingga saat ini.” Sambil menatap wajah Ahmad dengan mata yang nanar.

“Iya kak. Sampai saat ini aku tidak pernah mendapat kabar darinya. Padahal kakakku berjanji akan selalu mengirim surat untukku dan tiap bulan ia akan pulang. Tapi itu semua hanya kebohongan belaka.”

“Lalu kenapa saat itu kau membiarkannya pergi?” tanya Doni penasaran.

“Kan sudah aku bilang tadi. Justru aku yang menyuruhnya untuk pergi.”

“Kenapa kau melakukan hal itu?”

“Setelah ayah dan ibu meninggal, kakakku begitu mencemaskan diriku. Padahal ia mempunyai cita-cita yang tinggi sejak kecil. Ia selalu berkata ingin menjadi dokter. Mana mungkin aku membiarkan diriku menjadi penghalang untuk menggampai mimpinya.”

Cintailah Episode 7


Matanya masih terpejam. Jiwanya terbang bebas ke alam mimpi. Entah petualangan apa yang sedang ia jalani dalam dunia itu. Melemparkan jiwanya kesana setidaknya bisa membuat hatinya lebih baik.

“Yogja-Yogja!” Teriak kondektur di bus itu.

Satu-Persatu penumpang mulai turun dari bus. ada beberapa yang masih sibuk menurunkan tasnya. Ada juga yang memilih untuk tidak beranjak dari tempat duduknya. Menunggu hingga keramaian didalam bus melayang.

“Mas Bangun. Sudah sampai Yogja!” Kondektur Bus menggoyang-goyangkan tubuh Doni. Berharap pria ini segera bangun.
Doni membuka matanya dengan perlahan. Ia menguap beberapa kali. Pandangannya jmasih begitu samar. Hanya tampak sekelebatan bayangan dari bola matanya.

“Sudah sampai ya mas?” Ucap Doni sambil mengucek kedua matanya.

“Iya mas.” Jawab Kondektur itu dengan ramah. Seuntai senyum tergurat dari sudut mulutnya.

Doni bangkit dari tempat duduknya. Melakukan sedikit olahraga untuk mengusir rasa kantuk. Dengan berjinjit-jinjit, Doni mengambil tasnya di tempat yang disediakan. Beberapa menit kemudian, tas itu sudah menempel kembali di punggungnya.

Dengan rasa kantuk yang masih menggelayuti tubuhnya, Doni meninggalkan Bus itu. Baru semenit ia menginjakkan kakinya, puluhan orang sudah mengelilinginya.

Cintailah Episode 6


Matanya belum bisa terpejam. Berjam-jam Memandang atap-atap rumah  yang dari tadi hanya diam membisu. Jam telah menunjukkan pukul 03.00 pagi. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Yang tak mampu ia terjemahkan sendiri dalam goresan tinta.

Begitu sesak rasanya ketika ia mengambil nafas. Begitu berat terasa ketika ia ingin mengangkat bahunya. Seakan-akan seluruh beban di dunia ditimpakan di pundaknya. Ia coba katupkan kedua matanya, namun tak bisa jua. Seperti ada selotip yang menahan kedua penglihatannya ini.

Ia bangkit dari tempat perbaringannya. Matanya memandang dingin ke arah kertas yang tergeletak dengan rapi di atas meja. Ia ambil kertas itu dengan agak ragu dan dibacanya. Walau sebenarnya isinya sudah tersimpan dengan rapi di memory ingatannya.

Saudara Doni kami mengucapkan selamat kepada anda. Anda telah diterima di Fakultas Kedokteran UGM melalui jalur PMDK. Silahkan anda langsung mendaftar ulang di Universitas Gajah Mada pada hari senin tanggal 10 Agustus 2008.”

Doni letakkan kertas pemberitahuan itu. Ia duduk bersandar pada sebuah almari dengan begitu lesu. Hari yang tertera di kertas tadi akhirnya datang juga. Hari yang sebenarnya tak pernah diinginkan oleh Doni untuk hadir di kehidupannya.

Ia bangkit dari tempat duduknya. Berjalan dengan gontai meninggalkan kamarnya yang begitu nyaman. Selangkah demi selangkah ia ayunkan kakinya hingga menuju ke kamar adiknya.
 

Blog Archive

Pengikut

Total Tayangan Halaman

Jadwal Shalat