Diberdayakan oleh Blogger.

17 Desember 2012

Cintailah Episode 1


Langit berwarna gelap keabu-abuan. Matahari lenyap ditelan kegelapan. Angin berhembus begitu kencang. Daun-daun dengan pasrah jatuh berguguran. Bahkan ranting-ranting yang sudah cukup tua ikut terbang disapu angin.

Tampak ratusan orang sedang berkumpul di tempat itu. Kebanyakan mereka mengenakan pakaian hitam. Air mata silih berganti berjatuhan di tanah. Menangisi orang yang dicintai yang sudah terbujur kaku dalam balutan kain kafan.

Pemakaman ini menjadi saksi bisu kepasrahan manusia kepada Allah. Semua yang hidup pasti akan mati. Mau itu seorang presiden, seorang jenderal, maupun orang yang paling kejam di dunia. Semua akan kembali ke tanah.
Para pelayat yang mengantar jenazah, juga hanya mampu memberikan tangisnya saja. Kebanyakan dari mereka tidak tahu arti sebenarnya dari berziarah. Setelah mereka pulang dari pemakaman mereka akan kembali lupa tentang rumahnya itu.

Di salah satu area pemakaman itu dua buah liat lahat telah dipersiapkan. Keduanya terletak berdampingan. Seorang anak lelaki remaja meloncat ke salah satu liang itu. Di dalam sana ia ditemani oleh 4 orang lelaki dewasa. Lalu jasad seorang pria ia terima. Dan ia baringkan di dalam sana. Kemudian ia kumandangkan adzan di dalam sana dengan linangan air mata.

Selesai mengumandangkan adzan ia bangkit dari sana. Lalu ia turun lagi ke lubang disampingnya. Pria yang masuk duduk di bangku SMA ini melakukan hal yang sama. Ia kembali kumandangkan adzan yang begitu menyanyat hati di sana. Kali ini jasad seorang wanita yang dimakamkan.

Pria ini lalu naik ke atas dibantu bapak-bapak yang ada disana. Tubuhnya sudah begitu lemas saat itu hingga ia tak mampu untuk keluar sendiri. Hatinya benar-benar hancur saat itu. Ia ingin memejamkan mata rasanya dan berharap ini semua hanya mimpi. Namun ia punya alasan yang kuat untuk tetap tegar.


Satu persatu gundukan tanah mulai dilemparkan ke liang itu. Beberapa orang bapak mengambil cangkul untuk mempercepat proses. Lama kelamaan gumpalan tanah mulai menutupi kedua jasad itu hingga pada akhirnya benar-benar lenyap dari pandangan.


Di atas kedua makam itu beberapa orang menaburkan berwarna-warna bunga. Isak tangis pecah dimana-mana. Pria yang tadi ikut menguburkan kedua jenazah terus mengalirkan air matanya. Sedangkan pria disampingnya yang lebih kecil terus saja menjerit-jering  memanggil ayah dan ibunya.

Sepertinya langit sudah tidak sanggup lagi menahan air matanya. Dari tadi sudah mencoba untuk membendungnya, namun akhirnya jatuh juga. Sedikit demi sedikit langit mulai menumpahkan air matanya ke bumi. Dan lama-kelamaan semakin deras air yang ia keluarkan.

Pelayat yang panik mulai meninggalkan tempat itu. Mereka berlari kesana kemari mencari tempat untuk berteduh. Namun tampak di depan kedua makam itu seorang pemuda dan seorang remaja yang tetap kukuh duduk disana.

“Kakak. Kenapa ayah dan ibu harus pergi ketika kita masih begitu kecil?” Tanya sak adik dengan isak tangisnya.

“Kakak juga tidak tahu dik. Ini adalah kehendak Allah.” Jawab sang kakak.

“Tapi sebentar lagi Ahmad akan lulus SD. Ahmad ingin ayah dan ibu untuk datang. “ Ucap Amin lagi.

“Kakak yang akan datang mad.” Balas Sang kakak.

“Tapi Ahmad maunya ibu dan ayah. Ahmad gak mau kalau yang datang nanti kak Doni.” Ahmad menangis semakin keras.

“Kenapa Allah memanggil ayah dan ibu kak? Apa yang salah dengan orang tua kita?” Tanya Ahmad lagi.

“Kakak tidak tahu Mad. Kakak tidak tahu.” Jawab sang kakak dengan uraian air mata.

“Ahmad ingin ayah ibu kembali. Ayo kak minta sama Allah supaya ayah dan ibu kembali.” Paksa Ahmad kepada kakaknya.

“Kakak gak bisa dik. Ayah dan ibu gak akan bisa kembali.” Jawab Doni sambil menahan sakit di dadanya.

“Pasti bisa kak. Kalau Allah mengijinkan pasti bisa. Ayo kak. minta sama Allah.” Ahmad tetap memaksa kakaknya.

“Kakak tidak bisa dik. Kakak tidak bisa membuat ayah dan ibu pulang.” Jawab Doni kembali.

“Kakak tidak sayang ibu! Kakak tidak sayang ayah! Ahmad benci kakak!” Teriak Ahmad kepada kakaknya. Ia mendorong kakaknya hingga terjatuh.

“Kakak akan menjagamu dik. Kakak akan bekerja keras untuk membiayai hidup kita. Tak akan kakak biarkan kamu kelaparan. Kakak juga akan berjuang untuk menyekolahkanmu. Sekarang kau harus tabah diik.” Ucap Doni sambil memeluk adiknya. Linangan air sungai tak henti-hentinya keluar dari pelupuk matanya.


“ Ahmad ingin ayah dan ibu kembali kak. Ahmad begitu mencintai mereka. Ahmad ingin melihat senyuman ibu lebih lama. Ahmad masih ingin untuk tidur di pangkuan lebih lama” Ucap Ahmad sambil memukul dada kakaknya.

“Kakak akan membahagiakanmu dek. Kakak akan menggantikan ibu dan ayah. Jadi kau jangan menangis.” Ucap Doni sambil terus memeluk adiknya.

“Ibuuuuuuuuuu. Ayaaaaah. Jangan tinggalkan Ahmad.” Ucap ahmad dalam pelukan kakaknya.

“Kakak akan menjagamu dik. Kakak akan menjagamu.” Doni memeluk adiknya lebih erat.

Kedua anak ini benar-benar tidak pernah mengira bahwa orang tuanya akan pergi secepat itu. Kecelakaan telah merenggut nyawa keluarga yang begitu mereka cintai. Sekarang beban berat ada di pundak Doni. Pria ini harus berjuang untuk menghidupi dirinya dan sang adik. Dan disaat itu ia hanya mampu bergantung sepenuhnya kepada Allah.

Langit terus saja meneteskan air matanya. Daun-daun juga ikut terharu melihat kedua manusia ini. Burung-burung yang berteduh juga seperti ikut merasakan penderitaan itu. Mereka tidak mau bernyanyi seperti biasa. Hanya diam dan terus mengamati. Sedangkan orang-orang hanya mampu melihat dari jauh dengan air mata yang terus mengalir.


Salam hangat dari kami Bamz Production

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blog Archive

Pengikut

Total Tayangan Halaman

Jadwal Shalat