Diberdayakan oleh Blogger.

12 Februari 2013

Cintailah (Episode 5)


Bismillah hi Rahman ni Rahim. Lantunan ayat suci Al Qur’an yang begitu merdu itu, terdengar begitu indah di telinga. Menjadi bunyi yang paling indah di alam semesta ini.

Dengan terbata-bata Ahmad membaca Al Qur’an miliknya. Bukanlah kebiasaan yang sering ia lakukan disaat orang tuanya masih hidup. Apalagi sehabis salat shubuh seperti ini. Biasanya ia akan pergi tidur kembali.

Ahmad baru terbuka pikirannya, bahwa apa yang dilakukannya selama ini tidak sia-sia. Padahal dulu ia sering memberontak di saat sang ibu menyuruhnya untuk belajar mengaji. Ia lebih suka belajar bahasa Inggris ataupun bermain daripada disuruh membaca Al Qur’an.

Kalau orang tuanya tidak pernah menyuruhnya untuk mengaji dan mendekatkan dirinya dengan agama, dan hanya berkutat dengan urusan dunia, entah apa yang bisa ia lakukan untuk orang tuanya ketika mereka sudah meninggal seperti sekarang.

Sekarang disaat orang tuanya sudah meninggal, Ahmad lebih bersemangat dalam mencuri perhatian Tuhannya. Ia begitu rajin untuk pergi mengaji setiap sore. Disaat temannya mengajak bermain bola, dengan mantab ia menolak ajakan itu.
Selain itu ia juga menjadi pelopor bagi teman-temannya untuk salat berjamaah di masjid. Dan termasuk ibadah-ibadah sunah lainnya yang belum pernah ia lakukan sebelumnya.

“Rajin banget adek kakak yang satu ini.” Ucap Doni yang tiba-tiba duduk di dekatnya.

“Kakak kok gak ngaji?” tanya Ahmad. Ia hentikan bacaannya terlebih dahulu.

“Kakak tadi udah baca ini.” Jawab Doni sambil memperlihatkan buku kecil yang bertuliskan Al-Ma’tsurat.

“Al-Ma’tsurat? apa itu kak?” tanya Ahmad kebingungan.

“Ini adalah dzikir pagi dan sore yang dilakukan oleh nabi kita adikku.” Jawab Doni dengan senyumnya.

“Ahmad juga pengen baca kak.” kata Ahmad dengan mata yang berbinar-binar.

“Iya. Nanti kakak belikan satu untukmu.” Ucap Doni sambil membelai kepala adiknya.

“Ayo kamu teruskan bacaanmu. Biar kakak yang menyimak. Nanti kalau ada yang salah kakak betulkan.” Doni melanjutkan perkataannya.

Ruangan yang beberapa saat tenang itu kembali mengeluarkan lantunan ayat suci Al Qur’an yang begitu terasa sejuk di hati.

***

Hari yang menganggu pikiran Doni akhirnya sampai juga. Esok adalah saat dirinya untuk mendaftar ulang di UGM. Namun sampai sekarang ia masih bingung untuk mengambil sikap. Di satu sisi ia ingin mengejar mimpinya dan ia pun tahu adiknya begitu mendukungnya. Di sisi lain, di lubuk hatinya yang paling dalam ia ingin tetap berada dengan adiknya itu. Kedua sisi ini terus bertarung sengit di dalam hatinya. Doni hanya bisa duduk pasrah di kamarnya.

Tidak ada tempat yang bisa digunakannya untuk menumpahkan segala beban pikirannya. Firman sahabat karibnya pun tak bisa banyak membantu. Ia juga tidak terlalu akrab dengan paman dan bibi yang ada di semarang. Ia hanya bisa mengharapkan bantuan yang datang dari Allah SWT.

“Kok belum istirahat kak?” tanya Ahmad yang tiba-tiba datang ke kamarnya.

“Kamu kok belum tidur dek?” Bukannya menjawab Doni malah balik bertanya ke adiknya.

“Ahmad belum ngantuk kak. Makanya coba-coba maen ke kamar kak Doni. Lha kak Doni sendiri belum tidur kenapa?

bukannya besok harus daftar ulang ke UGM? ucap adiknya dengan nada yang begitu lembut.

“Itu yang membuat kakak tidak bisa tidur dek. Kakak masih bingung.”

“Kenapa bingung?” tanya Ahmad yang sudah berada di sebelah kakaknya.

“Karena aku ya?” tanya Ahmad lagi

“Iya dek.” Jawab Doni lirih.

“Kakak?” Ucap Ahmad. Ia ingin kakaknya tidak bersikap seperti itu.

“Maafkan kakak dik. Tapi kakak benar-benar tidak bisa meninggalkanmu.” Kata Doni yang sudah tahu maksud adiknya ini.

“Kakak sayang sama Ahmad kan?” tanya Ahmad dengan tatapan yang serius.

 “Kau tidak perlu menanyakan hal itu dik. Dengan melihat saja kau pasti sudah tahu betapa besar rasa cinta kakak kepadamu.” Jawab Doni tegas.

“Kakak ingin Ahmad bahagia kan?” tanya Ahmad lagi.

“Tentu.” Jawab Doni.

“Kalau begitu Ahmad minta jadilah dokter yang baik kak. Yang bisa menolong sesama manusia. Jika kakak melakukan hal itu Ahmad akan sangat bahagia.” ucap Ahmad. Tatapannya begitu tajam memandang kakaknya ini.

“Tapi dik?” ucap Doni ragu.

“Ayolah kak. Ahmad mohon jangan lihat aku sebagai anak kecil trus. Aku sudah SMP kak. Aku sudah cukup besar untuk hidup sendiri.” Ahmad trus mencoba meyakinkan kakaknya.

“Ayah dan ibu sudah pergi. Sekarang Ahmad hanya punya kakak. Jadi tolong buat Ahmad bangga karena memiliki kakak yang begitu hebat. Jangan buat Ahmad malu karena mempunyai kakak seorang pengecut. Yang lari dari tanggung jawab.” Ahmat terus berbicara. Sedang Doni hanya mengamati saja dengan nanar di matanya.

“Aku mohon kak? jangan sia-siakan kesempatan ini. Jangan korbankan impian kakak hanya karena aku. Hal itu akan membuat aku merasa bersalah seumur hidupku. Pergilah kak? dan cepatlah kembali. Dan saat itu yang kulihat di depan mataku, adalah seorang dokter yang begitu hebat dan alim.” Ahmad menutup pembicaraannya.

“Baiklah dek. Kakak akan menuruti keinginanmu. Kakak akan menjadi dokter yang hebat untukmu. Berjanjilah kau juga akan menjadi nomor satu di SMP N 2 Semarang.” Ucap Doni begitu lembut kepada adiknya. Air suci pelan-pelan merembes dari celah matanya.

“Ahmad berjanji kak.” Ucap Ahmad mantab. Ia hapus air mata yang mengalir di pipi kakaknya. Ia tidak ingin lagi ada air mata yang tumpah di depan matanya.


Salam hangat dari kami Bamz Production

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blog Archive

Pengikut

Total Tayangan Halaman

Jadwal Shalat