Diberdayakan oleh Blogger.

12 Desember 2012

SMS Pembangkit Jiwa



Sudah hampir 15 menit kucoba memejamkan mataku. Tapi tetap saja ia tak mau menurut. Mata ini terus terbuka dengan tatapan kosong mengamati atap-atap rumahku. Aku ambil handphone yang tergeletak di meja dekat kasurku. Kucoba melihat waktu yang tertera disana. Ternyata pukul 03.00 pagi.
Ini waktu yang mujarab untuk berdoa. Setiap hamba yang beribadah pada waktu ini lalu berdoa, pasti akan dikabulkan oleh sang pemilik dunia. Pikirku. Tapi aneh, pikiran itu tak cukup kuat untuk  mengangkat tubuhku. Tubuh ini sama sekali tak mau aku gerakkan untuk meninggalkan kasurku.
Aku juga merasakan beberapa bulan ini ada penurunan dalam ibadahku. Aku sudah jarang melaksanakan ibadah-ibadah sunah. Dan wajibku terkadang juga tercecer begitu saja. Seperti ada yang hilang dalam diriku. Sehingga sama sekali tak ada kenikmatan ketika aku beribadah. Rasanya benar-benar hampa dan akhirnya hanya kejenuhan yang menemaniku.

Ibarat seorang pelaut yang kehilangan bintangnya, aku seperti terombang-ambing di tengah lautan dan tak tahu kemana tempat yang kutuju. Aku mencoba mencari petunjuk dan jawaban tentang dilema yang menyerang diriku, namun hingga saat ini tak kutemukan.
Sambil meringkuk dan memeluk lututku, aku edarkan pandangan ke lemari kamarku. Tampak jelas di bola mataku yang hitam ini, foto-foto teman-temanku saat SMA. Dan jiwaku seperti tertarik untuk kembali ke masa lalu.
2 Tahun yang lalu saat seragam putih abu-abu masih melekat di tubuhku, adalah sebuah massa yang paling indah untukku. Selain mempunyai teman-teman yang menyejukkan hati, aku juga mendapatkan kenikmatan dalam ibadahku.
Bersama teman-teman Rohis, aku begitu dekat dengan Rabb-ku. Aneh memang saat itu. Disaat teman-temanku yang lain tengah asyik dengan berpergian ke Mall, menonton bioskop, melakukan hal-hal yang menyenangkan, justru aku sibuk untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan islami, yang justu dianggap hal yang membosankan dan tidak menarik oleh banyak orang. Tapi anehnya aku malah menyukai hal itu.
Aku ingat betul saat salah seorang sahabatku menasehatiku. Kejadian saat itu terekam jelas di otakku. Dari mimik wajahnya yang begitu meremehkan kesibukanku dan dari kata-katanya yang sangat jelas menyindir organisasiku.
Ia berkata begini, “Hai, Ali! Sebenarnya apa yang kau cari di organisasi itu? kau ini tampan, jago bernyanyi, dan pandai bermain basket. Kaya pula. Semua perempuan di dunia ini menginginkanmu. Kau begitu dipuja. Tapi aneh kau justru meninggalkan semua keindahan itu dan memilih menyeburkan diri ke kumpulan orang-orang yang kaku, tidak gaul, dan aneh.”
Saat itu hatiku benar-benar panas. Ingin aku ledakkan bara api yang menyelimuti jiwaku ke arahnya. Ingin aku berikan ucapan-ucapan tajam yang menyakiti hatinya, dan ingin aku hadiahkan sebuah bokeman manis ke wajahnya. Namun semua hal itu tak jadi aku lakukan.
Tiba-tiba mulutku seperti tergerak sendiri. Dan dari dalam sana mengalir alunan kata yang begitu bijaksana. “Denas.” Ucapku dengan senyum. “Terima kasih untuk nasehatmu. Tetapi asal kau tahu bahwa teman-temanku tidak seperti yang kau pikirkan. Mereka tidak kaku, mereka juga gaul, dan yang terpenting mereka itu baik dan mengajakku untuk bisa lebih mengenal Tuhanku.
“Ah kau ini sudah terhipnotis oleh omongan mereka, jadi kau tak kan bisa melihat kebenaran. Kau tak bisa melihat keindahan dunia di depan matamu.” Ucap Denas sambil meninggalkan diriku.
Aku hanya tersenyum. Dan memandang kepergian teman kecilku ini dengan tatapan kasihan. “Hatimu yang sudah terlalu gelap kawanku. Sehingga cahaya keimanan tak bisa menembus ke sanubarimu.” Ucapku pelan.
Semasa SMA aku seperti menapakkan kaki di Surga. Segala bentuk dosa bisa aku  netralisir sekecil mungkin. Ini semua berkat dukungan kawan-kawanku di Rohis yang selalu mengingatkanku. Mereka semua tampak seperti cahaya dalam kegelapan untukku.
Walau aku harus membayar dengan mahal untuk  kenyamanan saat itu, aku tak menyesal. Ketenaranku semakin meredup dan tak ada lagi teriakan-teriakan yang mengelu-elukan namaku. Tak ada lagi kado-kado yang mampir ke laci mejaku. Tak ada lagi wanita-wanita cantik yang mengelilingiku. Semua hilang tanpa bekas.
Tetapi penyesalan itu justru datang menemuiku saat ini. Di kamarku tempat aku berdiam diri. Sebersit pikiran mulai menggelanyuti otakku.
Ali, betapa bodohnya dirimu karna telah melepaskan semua kejayaan dan ketenaran hanya untuk bergabung dengan ekstra Rohis. Hanya untuk keinginan yang datang secara tak sengaja di relung kalbumu. Sekarang apa yang kau dapat setelah kau bersusah payah untuk berdakwah? dimana teman-temanmu yang dulu selalu menyemangati dan mengingatkanmu. Mereka telah pergi meninggalkanmu. Kata-kata itu terus menyesaki otakku. Membuat diriku ingin berteriak sekeras-kerasnya.
Kembali kulirik Hp-ku. Tidak ada pesan yang bertandang disana. Kosong. Padahal selama SMA Hpku ini selalu berdering pada jam-jam segini. Calling Tahajud. Akhi Ali, ayo bangun. Kita sama-sama hadapkan wajah ini kepada Allah. Jangan biarkan setan-setan tertawa melihat kita asyik tertidur ketika Sang Penguasa Dunia mendekat ke bumi. Ayo kita hajar mereka dengan air wudhu yang menyegarkan jiwa. SMS-SMS dari teman-temanku Rohis yang begitu aku rindukan.
Benarkah aku telah melakukan hal yang sia-sia saat itu? apakah omongan Denas memang benar, kalau aku tak bisa melihat kebenaran yang nyata karena sudah termakan omongan teman-teman Rohisku. Tidak-tidak. Kalau jalanku salah, tidak mungkin aku betah bertahan hampir 3 tahun di organisasi dakwah itu. Kalimat-kalimat aneh kembali hadir di otakku. Membuatku semakin pusing dan ingin memecahkan kepala ini.
Sekuat tenaga aku mencoba bangkit dari tidurku. Daripada aku terus didatangi pertanyaan-pertanyaan aneh, lebih baik aku melihat langit dini hari. Aku keluar ditemani oleh Hp-ku. Sahabatku yang paling setia dan tak pernah pergi dari sisiku baik aku sedang sedih maupun sedang senang.
Ku berjalan dengan perlahan meninggalkan kamar. Kuamati keadaan sekiling. Tak ada kehidupan sama sekali. Aku yakin semua keluargaku masih terbuai dengan mimpinya masing-masing. Memang selama ini hanya aku yang selalu bangun tengah malam.
Kubuka pintu yang menghubungkan dengan teras rumahku yang ada di lantai 2. Begitu pintu terbuka, semilir angin langsung menyambutku. Membelai setiap jengkal kulit tubuhku. Begitu lembut dan syahdu.
Kuamati dengan seksama langit dini hari ini. Begitu indah dan mampu membuat mataku berbinar. Bintang-bintang tampak begitu berkilauan di mataku. Bak pecahan-pecahan berlian yang tersebar si seluruh penjuru langit. Bulan tampak begitu anggun di atas sana. Seperti pemimpin bagi jutaan para bintang.
Mendalami ayat-ayat kauni, membuat jiwaku menjadi lebih tenang. Pemandangan surga ini mampu mengusir pertanyaan-pertanyaan yang terus menganggu diriku. Bintang gemintang yang begitu terang. Bulan yang tampak begitu fitri, lengkap dengan selimut awannya. Dan suara desau angin yang seolah berbisik di telingaku.
Aku seperti melayang. Ikut terbang bersama hembusan angin yang menyapu tubuhku. Seolah diriku terangkat hingga ke angkasa. Dan dari atas sana aku bisa melihat isi dunia yang benar-benar luar biasa. Yang tak kan ada seorang pengarang pun yang mampu menuangkannya dalam tulisan, dan tak ada seorang pelukis pun yang mampu menuangkannya dalam lukisan.
Hp di tanganku bergetar. Membuyarkan segala halusinasi yang tadi sempat menerpaku. Aku agak ragu untuk melihatnya. “Siapa yang sms malam-malam seperti ini?” Ucapku sendiri. Aku coba lihat siapa pengirimnya. Ternyata SMS dari Adib, ketua rohisku saat SMA. “Tumben dia sms aku.” Ucapku datar.
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. “Muhammad ayat 7.” Ucapku pelan. Aku pun melanjutkan untuk membaca lagi.
Teman-temanku Rohis yang sangat aku cintai. Aku tak kan pernah menyebut kalian alumni Rohis ataupun mantan Rohis, karena selamanya kita adalah anggota Rohis. Kita adalah pionir-pionir Allah untuk memperjuangkan agama ini. Mungkin sekarang kita semua terpisah di tempat masing-masing. Mungkin kita juga merasakan kejenuhan yang luar biasa. Mungkin kita kehilangan cahaya yang sering berasal dari teman-teman kita, tetapi yakinlah. Suatu saat kita akan bertemu lagi dengan senyum yang berkembang di surganya Allah SWT.
Pesan singkat ini seperti suntikan motivasi yang besar untukku. Namun di sisi lain juga menjadi tamparan yang begitu keras bagiku. Benar kata kawanku. Sekarang kami memang berpisah, tetapi jika kami istiqomah, Allah pasti akan mempertemukan kami semua. Jika tidak bisa bertemu di dunia, Insya Allah masih ada surga yang kekal abadi.
Pertanyaan baru muncul di kepalaku. Ali, selama ini untuk siapa kau berdakwah? untuk siapa kau habiskan waktumu demi syiar islam yang terus ada? untuk Allah kah? atau untuk teman-temanmu? kenapa kau langsung menyerah ketika  teman-temanmu meninggalkanmu? bukankah kau masih memiliki Tuhan yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Mataku tiba-tiba terasa hangat. Dan dadaku serasa ingin meledak. Air sungai yang sudah susah payah kubendung, jebol juga. Butiran-butiran air suci itu mengalir tanpa jeda dari pelupuk mataku.
Disaksikan jutaan penduduk langit saat itu, aku menangis sejadi-jadinya. Aku merasa bodoh karena telah menjadi lelaki yang pengecut. Lari dari kenyataan dan bersembunyi di bawah bayang-bayang kegelapan. Aku mencoba membuang diriku kedalam kemalasan karena tak ada lagi teman yang mengingatkanku.
SMS dari adib telah menjadi palu besar yang menghancurkan tembok kegelapanku. Dan saat itu pula cahaya sang Illahi langsung masuk ke relung hatiku. Aku merasa ingin segera bertemu dengan Rabb-ku. Meminta maaf kepadanya atas kelalaianku berbulan-bulan ini. Aku ingin kembali memulai dari awal. Memulai untuk kembali ke jalur yang sama dengan teman-temanku.

TAMAT

Salam hangat dari kami Bamz Production

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blog Archive

Pengikut

Total Tayangan Halaman

Jadwal Shalat