Di dalam bus yang begitu bising ini dan semerbak bau keringat yang menusuk hidung, tak membuatnya merasa terganggu sama sekali. Berkat gadis berparas cantik yang duduk di sampingnya, membuat keramaian itu menjadi irama-irama yang merdu. Membalikkan bau busuk bagaikan harum minyak kesturi.
Waktu seperti berjalan begitu cepat di sekitarnya. Sehingga ia tak bisa merasakan kehadiran orang-orang selain wanita disampingnya. Yang mampu ia lihat dan dengar hanya Bidadari bumi itu. Dan tak ada pemandangan apapun yang mampu membuat matanya untuk berpaling.
Mulut yang tadi sudah terbuka, kembali menjadi kelu. Kalimat-kalimat yang sudah tersusun rapi di dalam otaknya, berantakan tak tersisa. Tak ada yang bisa keluar, walaupun hanya sepatah kata. Membuatnya bertambah kikuk dan tak tahu harus berbuat apa.
Sang penyejuk jiwa tampaknya tahu keanehan yang muncul dalam diri Doni. Dengan senyum yang begitu indah, ia mencoba untuk memulai pembicaraan. “Katanya ada yang mau diomongin mas? kok malah diam?” ucapnya dengan begitu lembut.
Kata-kata itu bagai Doni, ibarat oase di padang pasir. Mengaliri setiap seluk batinnya yang kering kerontang. Membuat setiap sisi tubuhnya menjadi segar tak terkira.
“Sa. Saya benar-benar bingung harus mulai dari mana.” Ucapnya terbata sambil terus melihat ke bawah.
“Apa yang membuat bingung?” ucapnya pura-pura tak mengerti.
“Sa. Saya juga tidak tahu.” Ucap Doni masih terbata-bata.
Gadis itu tersenyum. “Usirlah segala godaan setan dengan mengingat-Nya mas. Sebutlah nama-Nya di hati mas. Insya Allah segala kebimbangan dan kebingungan mas akan hilang.”
Kata-kata itu bagaikan kilatan petir yang menyambar seluruh tubuh Doni. Membuatnya kembali tersadar, setelah ia terlempar ke dunia dongeng. Dimana di dunia itu hanya ada keindahan dan perempuan berkerudung merah yang duduk di sampingnya. Halusinasinya segera tersapu oleh kata-kata sang gadis.
Doni tersadar. Untuk beberapa saat hatinya telah dikuasai oleh nafsu. Dan ia juga merasa bodoh karena membiarkan dirinya berhasil dikuasai setan. Ia telah melupakan sesuatu hal yang penting, karena terkesima oleh kecantikan sang bidadari.
Astaghfirullaahal ‘adziim. Ucap Doni dalam hati. Kalimat itu benar-benar mujarab. Ia kembali menemukan dirinya yang tadi sempat hilang. Kali ini otaknya kembali bekerja. Kata-kata yang tadi ingin ia ucap, kembali tersusun satu persatu dengan rapi.
“Terima kasih sarannya. Saya mohon maaf atas sikap saya barusan.” Ucap Doni dengan mantabs. Ia mencoba melirik ke arah wajah gadis itu. Dan benar-benar pemandangan surgawi yang ia lihat disana. Doni pun kembali beristigfar. Ia tak ingin dirinya terlempar lagi ke dunia mimpi.
“Iya mas. Tak apa-apa. Setan itu memang selalu menggoda manusia dari sisi manapun.”
“Saya benar-benar beruntung bisa bertemu dengan anda. Manusia yang taat dan cinta kepada Rabbnya.”
Gadis itu tersenyum. “Mas itu terlalu berlebihan. Saya hanya manusia yang berusaha untuk taat dan cinta kepada Tuhan saya.”
Doni mengangguk. “Kalau mbak menganggap dirinya masih dalam batas berusaha, apalagi saya. Mungkin bisa dikatagorikan belum.” Doni terkekeh.
“Kalau begitu, Mas harus segera menaikkan diri menjadi berusaha.”
“Itu memang harus saya lakukan. Apalagi sekarang saya yatim piatu. Kalau saya tidak mencintai Allah, bagaimana nasib kedua orang tua saya disana.”
Gadis itu mengalihkan pandangannya. Mengamati seorang ibu-ibu yang dengan penuh cinta menyuapi anaknya. “Salah satu Amal yang tak terputus saat kita sudah meninggal adalah doa anak yang sholeh. Kalau mas ingin menunjukkan rasa cinta kepada kedua orang tua, jadilah hamba yang mencintai dan dicintai Allah. Saya yakin kedua orang tua mas akan bahagia di dalam sana.” Terang gadis itu dengan jelas. Doni menyimak dengan seksama.
“Terima kasih untuk sarannya. Anda memang bukan orang biasa. Saya yakin siapun lelaki di dunia ini yang bisa menjadi pasangan hidup anda, adalah orang yang paling beruntung sedunia.” Ucap Doni terang-terangan. Ia sendiri tak tahu kenapa lidahnya bisa berucap hal semacam itu.
Perempuan itu tersipu malu. Rona-rona merah mulai tampak menghiasi wajahnya. “Yang terpenting pasangan hidup saya nanti harus lebih mencintai Tuhan saya dari pada diri saya sendiri.”
“Kenapa harus seperti itu?” tanya Doni penasaran.
“Karena saya tidak ingin menjadikan diri ini sebagai penghalang cinta seorang hamba kepada Tuhannya. Saya tidak ingin menjadi bebatuan yang menghambat aliran cinta suami saya kepada penciptanya.” Terang Perempuan itu. Doni mengangguk-angguk tanda paham.
“Sungguh sangat jarang lelaki seperti itu.” Ucap Doni ragu.
“Tetapi saya yakin lelaki itu pasti ada.” Balas sang perempuan.
“Oh ya. Dari tadi mas belum menceritakan apapun. Kok malah mbahas masalah suami. Hehe.” Perempuan itu tertawa kecil. Tawa yang mengalir lembut di hati Doni. Membuat hatinya bergetar hebat.
“O. O. I. Iya saya lupa.” Ucap Doni dengan terbata.
“Kok ngomongnya jadi gitu lagi. Tadi kan udah lancar. Ingat yang saya katakan tadi mas.” Ucap sang wanita itu.
Doni tak langsung bicara. Ia memejamkan matanya. Membaca istigfar berkali-kali. Berusaha mengingat Rabbnya. Menyingkirkan segala godaan yang kembali menaungi dirinya.
Setelah dirasa jantungnya tak lagi berdetak, ia menarik nafas panjang dan kembali berucap. “Maaf ya. Saya juga bingung kenapa bisa ngomong gitu lagi. Hehe.” Doni tertawa kecil. Tawa yang tak natural dan terdengar aneh.
“Iya mas. Gak papa.” Jawab wanita itu lemah lembut.
Wajah Doni mulai tampak serius. Ia tak ingin membuang waktu dan menghilangkan momen ini. Ia sudah yakin 100 persen wanita yang duduk di sampingnya ini adalah penolong yang dikirim oleh Tuhan Semesta Alam.
Doni kembali menarik nafas panjang. “Antara mimpi dan keluarga, siapa yang akan anda pilih?”
Perempuan itu tampak kaget. “Antara mimpi dan keluarga? kenapa pertanyaan itu terdengar aneh di telinga saya. Bukannya sebuah mimpi itu kita wujudkan demi cinta kita kepada keluarga.” Jawab gadis itu.
“Tapi dalam kasus saya lain.”
“Lain bagaimana?” tanya perempuan itu tak paham.
Doni mengganti pandangannya. Menerawang kerumunan orang yang sedang berjualan dari kaca bus. “Tadi sudah saya bilang kan, kalau ayah dan ibu saya sudah menghadap Allah. Sekarang saya hanya mempunyai seorang adik. Dan saya meninggalkannya seorang diri di Semarang. Awalnya saya tak mau untuk datang ke kota ini. Saya lebih memilih memendam mimpi saya demi melihat adik saya tumbuh menjadi dewasa. Tetapi dia terus memaksa saya untuk meraih mimpi ini. Mimpi untuk menjadi seorang dokter. Walaupun saya tahu, ia sebenarnya tak ingin melepas saya, walau saya tahu tiap malam ia selalu menitihkan air mata, tetapi di depan saya, ia selalu menyuruh saya untuk mengejar mimpi ini. Tidak menjadikan dirinya alasan, untuk menghapus mimpi saya.” Terang Doni panjang lebar. Tampak nanar mulai menghiasi matanya.
“Anda benar-benar mengalami posisi yang sulit.” Ucap sang gadis.
“Anda benar. Saya memang berada dalam posisi yang begitu sulit. Saya seperti berjalan dalam kegelapan. Tak tahu harus melangkah kemana. Saya butuh cahaya sebagai penerang. Dan saya sudah mendapat satu. Tapi saya masih butuh satu lagi, agar jalan ini benar-benar menjadi terang.” Terang Doni.
“Karena itu saya butuh pendapat dari anda. Dan saya harap masukan anda bisa menjadi penerang untuk perjalanan saya.” Tambah Doni lagi.
“Begitu ya. Sebenarnya saya tidak bisa berbicara banyak. Karena saya belum pernah mengalami peristiwa seperti itu. Tetapi saran saya, pilihlah yang paling anda cintai. Entah itu mimpi anda atau adik anda. Tanya pada hati anda, siapa yang paling membuat anda bahagia. Jika jawaban itu masih samar, coba tutup mata anda. Sebut Nama-Nya. Insya Allah akan ada cahaya sejati yang menerangi hati anda.” Terang wanita itu.
“Wonosari-wonosari!” Teriak sang kondektur.
“Maaf mas. Saya harus turun disini. Terima kasih karena telah mengobrol dengan saya. Saya do’akan semoga mas mendapat jawaban yang terbaik.” Ucap gadis itu. Ia segera bangkit dari tempat duduknya.
“Tunggu sebentar.” Sergah Doni.
Gadis itu membalikkan badannya. Menatap Doni sekilas, lalu melemparkan pandangannya ke arah jalan. “Iya mas ada apa?”
“Terima kasih.” Ucap Doni lirih.
Gadis itu tersenyum. “Sama-sama mas.” Ucapnya sambil berjalan menuju pintu bus. Hampir ia keluar dari kotak berjalan ini, Doni kembali menghentikan langkahnya. “Tunggu!” Ucap Doni agak keras.
“Iya mas. Ada apa lagi?” tanya sang gadis dengan sabar.
“Kalau boleh tahu. Siapa nama anda?”
“Aisyah.” Jawab Perempuan berjilbab ini. Setelah itu ia segera berlalu dari bus ini.
Doni terus mengamati kepergian sang bunga bus, dari balik kaca jendela. Tak henti-hentinya ia memandang, hingga bayangan sang gadis hilang dari matanya.
Aisyah. Nama yang sama seperti istri baginda nabi. Pantas saja kau begitu anggun dan pintar. Ucap Doni dalam hati.
“Terima kasih karena Engkau telah mengirimkan ia kepadaku walau hanya sesaat. Sekarang aku benar-benar bisa melihat jalan yang akan ku tempuh. Terima kasih Ya Allah.” Ucapnya seorang diri.
“Oh ya. Ya Allah? engkau yang mengatur segala jodoh di dunia ini. Aku mohon jodohkan aku dengan gadis yang duduk disampingku tadi. Aku yakin gadis seperti dirinya, bisa mendidik anak-anakku untuk selalu mencintaimu. Jika memang dia bukan jodohku, paling tidak berikan aku gadis yang memiliki sifat yang sama seperti dirinya. Bukan. Kalau boleh lebih baik dan lebih cantik darinya. Amin Ya Allah.” Pinta Doni. Segurat senyum muncul dari kedua sudut bibirnya.
Salam hangat dari kami Bamz Production
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus