Diberdayakan oleh Blogger.

25 Desember 2012

Cintailah (Episode 2)


Tiga hari berlalu sejak kejadian yang menyayat hati itu. Kesedihan masih bersemayam di hati Ahmad dan Doni. Dua anak ini tiba-tiba harus menjadi yatim piatu. Jiwa mereka tidak kuat menahan penderitaan ini. Batin mereka juga begitu sakit. Apalagi Ahmad yang masih duduk di bangku SD dan masih butuh banyak kasih sayang.

Matahari mulai berjalan ke arah barat. Ia berada di arah 30 berajat dari ufuk timur sekarang. Sinarnya tidak terlalu panas karena terhalang oleh sebagian kecil awan hitam. Angin bertiup tidak menentu. terkadang kencang terkadang begitu lambat. Daun-daun berserakan kemana-mana tersapu oleh angin.

Seorang anak kecil keluar dari rumahnya. Ia berjalan dengan lemas menuju teras. Dan duduk di kursi panjang yang ada disana. Di tangannya tergenggam sebuah foto yang ia tempelkan begitu rapat di dada.

Ia pandangi foto itu dengan mata nanar. Kaca-kaca air mulai berkumpur di pelupuk mata. Dan sekejap kemudian kaca-kaca itu pecah dan menjadi aliran air yang begitu suci.


“Ayah, ibu? kenapa kalian meninggalkan Ahmad sendiri?” katanya seorang diri.

“Ahmad masih begitu kecil. Masih butuh kasing sayang ayah dan ibu. Bagaimana jika nanti Ahmad tumbuh tanpa kasih sayang. Bagaimana jika Ahmad menjadi manusia yang kejam karena tidak tahu bagaimana mencintai seseorang.” linangan air mata terus mengalir hingga membasahi foto itu.

“ Ahmad dan kak Doni sekarang sudah lulus. Ahmad berhasil lulus dari SD dengan nilai tertinggi. Begitu juga kak Doni yang menjadi juara umum di sekolahnya. Bagaimana kami bisa melanjutkan sekolah jika ayah dan ibu harus pergi dengan begitu cepat?” anak ini memandangi foto itu lalu memeluknya kembali.

“Ayah! Ibu! kenapa kalian harus pergi? kenapaaaaaaaaaaaaaa?” Kali ini ia tidak bisa lagi menahan sesak yang menyelimuti hatinya. Ia keluarkan begitu saja dengan teriakan sekencang-kencangnya. Ahmad pandangi foto ayah dan ibunya lalu dengan  begitu marah ia remas-remas  dan ia buang begitu saja. Lalu ia berlari menuju kamarnya dengan hati yang terasa begitu perih.

Tak sengaja Doni yang baru saja pulang membeli makanan, melihat semua kejadian itu. Hatinya juga begitu sakit melihat adik tercinta menjadi seperti itu. Padahal dulu ketika orang tuanya masih ada, Ahmad begitu periang. Ia tidak pernah menangis apalagi berteriak dengan begitu keras.

Aliran sungai yang terbendung di matanya, lambat laun mulai keluar. Menetes dengan lembut mengaliri pipinya. Doni segera usap air mata itu. dan memaksakan dirinya agar tidak larut dalam kesedihan. Tiga hari sudah berlalu sejak kematian kedua orang tuanya. Ia harus bangkit dan meneruskan hidupnya.

Doni menarik nafas sepanjang-pangjangnya. Ia mencoba menegarkan hatinya yang sedang terluka. Dengan langkah mantab ia berjalan menuju teras rumahnya. Doni menurunkan tubuhnya. Ia mengambil posisi seperti orang dalam sikap bersedia saat mengikuti lomba lari. Ia ambil foto itu dengan lembut. Dan mencoba memperbaikinya.
Dalam foto itu ayah dan ibunya tersenyum dengan begitu indahnya. Seperti tak ada beban apapun dalam pikiran mereka. Seolah mereka berkata kepada Doni, “apapun yang terjadi padamu cobalah untuk selalu tersenyum. Walaupun sebenarnya hatimu sedang begitu perih karena teriris-iris oleh belati yang begitu tajam.

Dengan senyuman yang mengembang. Dan air mata kebahagiaan yang turun dari matanya. Doni pun seperti mendapatkan semangat baru dari gambar orang tuanya ini. Dan dengan mantab ia berkata, “Ayah dan ibu. Tenanglah di alam sana. Kalian tak perlu menghawatirkan aku dan Ahmad. Aku akan menjaga Ahmad dengan segenap jiwa dan ragaku. Tak akan kubiarkan air mata jatuh dari matanya, walaupun hanya setetes. Terima kasih ayah dan ibu atas kasih sayang kalian selama ini.


Salam hangat dari kami Bamz Production

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blog Archive

Pengikut

Total Tayangan Halaman

Jadwal Shalat