Guys,, gimana kabarnya? Pasti sehat kan? Hari ini gua agak kurang beruntung nih. Tahu nggak kenapa? Hem. Gini ceritanya. Kemarin itu sebelum pulang kerja, bos ngumumin kalau hari rabu kita disuruh masuk pagi. Ada Apel mendadak katanya. Tapi apa coba yang terjadi? Aku sudah sampai kantor ini dari pukul 06.00 pagi tadi, and nggak ada satu pun batang hidung yang tampak. Coba deh pada banyangin, betapa Betenya gua saat ini.
Oke-oke. Daripada gua emosi sendiri di meja kerja ini, mending curhatan yang kemarin ane lanjutin. Kalau nggak salah nih, di episode kemarin aku udah janji bakal nyeritain gimana terbentuknya grup nasyidku. Yakin deh, pasti pada penasaran. Oke. Gak usah panjang lebar lagi, langsung dimulai curhatnya.
Oh ya sebelumnya, bagi para pembaca ada aturan-aturan yang harus ditaati. Pertama. Jangan dekat-dekat bacanya, sakit mata ntar kalian. Kedua. Non aktifkan Hp untuk sementara. Takut ada telepon nyasar pas waktu baca. Ketiga. Bagi yang belum bersih-bersih rumah, diselesaiin dulu dah kerjaannya. Daripada diomelin nyokap atau bokap. Hahaha. Keempat. Ini yang paling penting. Jangan dibaca dengan posisi mata tertutup. Haha. Pasti ada yang nyletuk gini,
“Ya mesti to mas, Kalau matanya tertutup mana bisa baca. Ada-ada aja penulis kita satu ini.”
Tapi terima kasih buat yang mau nyletuk. Karena jaman sekarang kebanyakan kita, takut untuk ngomong. Terbukti saat Dosen bertanya, jarang mahasiswa ada yang mau tanya. Dan tatkala sang dosen memberi soal, jarang pula ada mahasiswa yang mampu menjawab. Nah bingung ndiri kan.
Ya udah ya udah. Yang masih bingung, tongkrongin aja curhatan ini. Dijamin jadi tambah bingung. Loh? Ada yang mau coment lagi gak? Saya kasih kesempatan nih. Hehehe.
Wah ternyata gak ada ya? Berarti bisa dimulai nih ceritanya. Okee. Sekali lagi untuk para pembaca selamat berlayar di dunia nasyid.
Maret 2008. Hanya bulan dan tahunnya saja yang masih terekam dalam benakku. Aku sendiri sudah lupa tanggal berapa dan hari apa grup nasyid keren ini terbentuk. Yang aku ingat, grupku terbentuk dengan cara yang unik.
Siang itu seperti biasa matahari bersinar dengan teriknya. Membakar, memanggang, ataupun merebus kulit orang-orang yang ada di bawahnya. Hari itu pula kelas yang biasanya sepi tiba-tiba mengalirkan suara-suara indah.
Bukan suara setan atau sejenisnya lho ya? Jangan bayangin yang aneh-aneh. Oke? Suara yang keluar itu adalah sebuah keindahan yang diciptakan dari mulut puluhan anak. Kurang lebih dua puluh anak mungkin. Maaf saya sudah lupa. Sudah terlalu lama terlewat soalnya.
Yang unik, kami bernyanyi seperti anak-anak padus. Baru kali ini aku melakukan hal itu. Dan begitu menyenangkan. Pelatih kami yang bernama mas Ali dengan semua kejeniusannya, bisa mengkoordinir kami dengan begitu cerdas. Kenapa aku bisa bilang begitu? Jelas saja. Ia bisa menempatkan kami di posisi yang tepat. Mana yang bisa suara dua, suara tiga, atau yang hanya bisa suara satu. Pada tahu bedanya kan, suara satu, dua, dan tiga? Kalau gak tahu tanya ke guru musiknya yaa.. Saya sendiri juga bingung gimana neranginnya. Hehe.
Naaah. Yang membuatku lebih terkagum pada kemampuan mas Ali adalah kehebatannya dalam mengaransemen musik. Coba tebak lagu apa yang kami bawakan? Pasti sebagian dari kalian berpikir lagu-lagu islam yang udah terkenal. Ya kan? Pasti iya. Udah jangan mbantah. Bilang aja iya gitu loooh..
Bukan lagu-lagu terkenal seperti itu yang kami bawakan. Gak Guys. Serius. Salah besar kalau kalian berpikiran seperti itu. Mau tahu gak, apa yang kami bawakan? Kalimat syahadat. Iya. Jadi dua kalimat syahadat and artinya bisa diberi nada gitu oleh seorang mas Ali. Apa gak keren. Orang pertama aja aku ampe garuk-garuk kepala, gimana kalimat sependek itu bisa jadi sebuah lagu. Mantabs bener deh mas Ali itu.
Singkat cerita, setelah kami selesai latihan, aku datang menemui mas Ali. Waktu itu aku bilang seperti ini,
“Mas. Aku sama temen-temen mau tampil accapella. Kami udah bentuk tim sejak lama.”
Kening mas Ali langsung berkerut. Ia menatapku penuh tanya.
“Lho? Kok gak bilang dulu sama saya. Kalau bilang kan, saya bisa latih kalian dulu. Atau kamu udah merasa bagus?” Balas Mas Ali.
Waktu itu baru aku sadar, kalau aku ini kurang cerdas. Awalnya, aku beranggapan latihan kami beberapa waktu silam, udah cukup pantas untuk tampil di kandang sendiri. Gak perlu pakai pelatih. Tapi setelah mendengar ucapan mas Ali aku jadi ragu sendiri.
Dengan wajah memelas, kupandang mas Ali lagi,
“Lha terus gimana mas?” Tanyaku pada mas Ali.
“Ya udah. Habis salat asar, kamu kumpulin temen-temenmu. Nanti kita langsung latihan.”
Mendengar ucapannya aku jadi semangat lagi. Setelah mengibarkan senyuman terindahku, aku langsung berlari ke masjid. Waktu itu aku juga nggak sadar, masak pelatih aku tinggal sendirian di kelas, nggak aku temenin keluar. Yaa itu tadi. Mungkin aku terlalu ceria hingga nggak kepikiran sampai kesitu.
Gua singkat lagi ya, maaf nih disingkat terus. Namanya aja juga curhatan. Kalau cerpen atau novel mungkin bisa lebih jelas mbayanginnya. Do’ain aja yaaa, suatu saat cowok lumayan keren ini bisa bikin cerpen atau novel. Amiiin. Yuks pada amin. Masak gak mau? Gak baik lho ntar. Hehe.
Nah habis salat asar, aku coba kumpulin temen-temen sangkakala. Itu nama tim yang terbentuk sebelum dilatih mas Ali. Aku sendiri gak paham kenapa dulu namanya sangkakala. Padahal menakutkan kan? Pasti udah pada tahu apa itu sangkakala, nek gak tahu parah deh. Ayo buruan tanya guru agama atau cari di internet. yaaaah?
Nah temen-temen, tapi ada yang aneh sore itu. Tiba-tiba saja dua dari anggota sangkakala menolak untuk latihan. Satunya beralasan ada urusan penting, sedang satunya lagi harus segera pulang karena ada acara ma keluarga. Tapi entah kenapa, aku bisa tahu mereka sebenarnya emang nggak pengen latihan. Bukan berprasangka buruk nih sob, tapi seperti firasat dari seorang munsyid. Soalnya kelihatan juga dari rona wajah mereka.
Yang bikin pening lagi, salah seorang anggota kami yang perutnya agak tambun, menghilang entah kemana. Gak ada jejak baunya sama sekali. Kayak ditelan bumi gitu deh. Waah. Waktu itu gak bisa dibayangin deh betapa kalutnya hati gua. Emosi, bingung, sedih bercampur jadi satu. Kayak es teller gitoooh.
Asal tahu aja nih para pembaca yang cantik and cakep, sebelum aku menyampaikan usul ke mas Ali, kita bertujuh udah mbahas dulu masalah ini. Dan mereka semua setuju. Tapi sekarang setelah mas Ali setuju, mereka malah jadi aneh gituuu.
Tapi, Alhamdulillah, Allah maha baik. Dia kirimkan dua penolong untukku. Mereka berdua adalah Yoga dan Zidni. Ehm.. Nama asli dirahasiakan yaaaa. Hehe. Kalau mau tahu cerita aslinya, main deh ke SMA saya. Kalau mau tahu dimana SMA saya, cari deh di album kenangan. Hohoho. Biar menarik gituu..
Yoga seorang pria berperawakan tampan dengan rambut yang keriting. Kulitnya putih dan tubuhnya lumayan gemuk. Tapi tak gemuk amat. Kaca putih selalu menggantung di depan matanya. Sedangkan Zidni bisa dibilang tampan. Dua lesung pipit menghiasi kedua pipinya, rambut lurus, perut langsing dan sama seperti Yoga, ia selalu mengenakan kaca mata. Mereka berdua bukan ingin terlihat keren, tapi memang matanya minus.
Ada yang lucu lho guys waktu aku ngajak mereka berdua. Jadi begitu mataku mendapati dua orang ini akan meninggalkan masjid, aku segera kesana. Lidahku dengan lihai menerangkan pada mereka untuk ikut accapella. Seperti biasa, awalnya mereka menolak. Aku sih maklum. Accapella emang agak sulit. Apalagi tampilnya hanya berenam. Aku sudah berusaha ngasih argumen ke mereka, bahkan sedikit memelas, tapi mereka tetap menolak.
Yaaaah dengan terpaksa, aku seret mereka. Dibantu tiga anggota lainnya aku bawa kedua orang ini ke kelas. Gilaaa. Adegan itu ibarat kumpulan penjajah yang sedang memaksa rakyat pribumi untuk kerja rodi. Dan mereka terus meronta bagaiakan romusa-romusa jaman jepang. Bikin ngakak deh kalau inget kejadian itu. Apalagi lihat ekspresinya si Yoga yang kelihatan melas banget. Yang bisa bayangin, angkat tangan ya? Hehe.
Naaaah. Akhirnya keenam cowok tampan terkumpul di tempat latihan. Di sebuah kelas yang terletak bersebrangan dengan masjid. Tepat disamping kiri bangunan suci itu. Oke. Saya akan paparkan siapa nama cowok-cowok ituu. Pasti pada penasaran deh.
“Mas Slamet. Ngapain disini pagi-pagi.” Tiba-tiba Farah sudah berdiri didepanku.
“Ngapel donk. Kamu itu ma temen-temen yang lain kemana ajaaah? Jam segini baru nongol.” Tanyaku balik.
“Lho? Apa Mas Slamet gak tahu? Apel kita diganti di tempat lain. Masak gak ada yang ngasih kabar?”
“Serius?” tanyaku kaget.
“Iyaa mas. Wah parah nih temen-temen. Masak gak ada yang ngasih tahu. Untung aja aku ke kantor mas. Mau ngambil laporan yang ketinggalan. Ya udah ayo buruan. Mumpung belum dimulai.” Ucapnya seraya melangkah pergi.
Upzz. Maaf ni temen-temen pembaca. Sebenarnya pengen lanjut cerita ma kalian. Tapi aku harus ikut apel pagi yang ternyata dipindah. Untung saja ada si Farah yang datang kesini. Kalau gak bisa kena semprot bos deh. Hehehe. Oke-oke. Di episode selanjutnya akan saya ceritakan siapa saja ketiga personil yang lain dan apa nama dari team kami. So tetep ikutin ya Curhatan Munsyid Keren ini. Bye-Bye. Wassalamualaikum. ^^
Yang pengen baca cerpen-cerpen lainnya kunjungi blog saya..
Salam hangat dari kami Bamz Production
0 komentar:
Posting Komentar