Diberdayakan oleh Blogger.

17 Januari 2013

CMK (Curhat Munsyid Keren) Episode 4 Performance Pertama


Hari ini siang gua begitu berkesan. Tahu guys kenapa? Karena si Farah lagi duduk di sebelah gua. Bayangin aja, gua bisa lihat senyum manisnya itu tiap detik. Bisa lihat lesungnya tiap ia ketawa, ataupun merasakan kehangatan sinar di wajahnya.

Eitts.. tapi jangan salah. Kita ngak lagi berduaan lho. Yang punya pikiran aneh-aneh buruan di hapus bos. Niih gua ambilin penghapus buat lho-lho pada. Kebetulan di siang yang gelap ini,

“Lho kok gelap? Mana ada siang hari itu gelap. Wah ngak pernah sekolah nih mas penulis.”

Mungkin ada yang nyletuk kayak gitu. Tapi sebagai makhluk penyabar, gua jawab dengan rendah hati. 

“Ya iyalah gelap. Orang diluar lagi mendung sekali. Gua ralat. Sangat mendung sekali. Makanya gelap.”

Sekarang ngak ada yang protes kan? Saya harap udah ngak ada. Gua lanjutin ceritanya. Di siang yang gelap ini, kebetulan gua, Farah, ama pekerja yang lain, sedang ngadain rapat ma bos besar. Jadi kami nggak berdua aja. Rame banget. Tapi Tuhan Maha Adil. Gua tahu-tahu bisa duduk di dekat Farah. Ajiiib Bangeeet.

Oh, Ya. Mumpung si Bos lagi menerima telepon, enaknya gua ngapain ya. Si Farah lagi serius ngamatin materi rapat ini. Si Eko yang duduk di sebelah kanan gua, nggak mau ngomong gara-gara gua dapet tempat di sebelah Farah. Tiap gua ajak ngomong, eeeh. Dia malah buang muka. Ya udah. Mending gua lanjutin kisah aja buat para pembaca.

Siap-siap pasang sabuk pengamannya, kita terbang lagi ke masa lalu. He. He. He.


Pagi itu seperti biasa sang fajar tetap merekah dari arah timur. Warnanya masih kemerah-merahan. Langit tetap berwarna biru dan awan putih. Burung-burung masih berkicau di atas ranting pohon. Angin masih berhembus dengan sejuk. Dan Pak Purwanto guru yang dianggap kiler di sekolahku tetap berjaga di gerbang sekolah.

Menyidang setiap murid-murid yang melakukan pelanggaran. Entah berambut panjang, bersepatu selain hitam, atau memakai atribut-atribut aneh. Semua berjalan sesuai kebiasaannya.

Tapi ada satu hal yang tak berjalan seperti siklusnya di sekolah ini. Aula yang biasanya masih tertidur nyenyak, terpaksa harus terusik oleh sekumpulan anak-anak keren dan kece. Siapa mereka? Yang bisa jawab, saya kasih mobil. Tiga, Dua, Satu.. Teeet. Sayang banget ngak ada yang jawab. Jawabannya adalah ROHIS SMANDA. Mereka semua hari ini sedang sibuk mempersiapkan acara maulid nabi.

Malam harinya gua dan beberapa panitia lainya sampai bermalam di aula untuk mempersiapkan dekorasi. Dari mendekor taman sampai membuat kolam buatan. Tapi anehya gua nggak merasa capek atau terbebani saat itu. Gua dan teman-teman malah begitu bahagia dan menikmati kesibukan ini. Sampai-sampai aku ma Adi maen perang-perangan pakai sapu. Asyik dah pokoknya.

Malam itu juga ada dua orang panitia yang bikin gua salut. Namanya Umi dan Agapita yang biasa dipanggil Pita. Padahal mereka berdua cewek. Tapi mereka nggak pulang ampe larut malam. Gara-gara apa coba? Tanggung jawab mereka sebagai panitia. Padahal gua juga udah nyuruh mereka pulang. Tapi nggak pada mau. Tetep pada asyik dengan amanahnya. Mantaaabs.

Di pagi harinya, panitia tetep tak kalah sibuk. Gua sendiri udah mondar-mandir ke BK buat ngurus ijin mereka. Kalau ada event gini, yang paling seneng anak-anak yang nggak betah duduk di kelas. Nyimak pelajaran yang terkadang bikin ngantuk. Ya kayak gua ini contohnya. Makanya kalau ada event atau tugas yang bisa keluar dari kelas senengnya minta ampun.

Selesai memberi surat izin ke kelas-kelas, gua balik lagi ke aula. Semua perlengkapan gua cek. Dari dekorasi, tiker, kipas angin, lcd, laptop, kursi. Semuanya. Gak ada satupun yang gua lewatin. Maklum saja, ini pengalaman pertama gua jadi ketua panitia, jadi harus bener-bener perfect.

Tapi masih ada satu hal yang mengganjal di hati gua. Dan masalah ini selalu menjadi tekanan batin di setiap event. Sound Sytem jawabannya. Perlengkapan yang tergolong paling penting ini sering mengalami kendala. Apalagi jika digunakan untuk bernyanyi. Dan sound system kami ini juga tak masuk standar untuk digunakan di aula sebesar ini. Jadi sejak pertama diangkat jadi ketua panitia, aku paling was-was tentang masalah ini. Entah sudah berapa kali, aku meminta kepastian tentang masalah sound ini kepada seksi perlengkapan. Dan mereka selalu menjawab dengan enteng,

“Beres, Slam.”

Tapi tetap saja gua masih was-was and nggak bisa tenang sebelum melihat sendiri. Dan akhirnya apa yang gua khawatirkan terjadi juga. Disaat gua sedang sibuk latihan pidato untuk sambutan ketua panitia ntar, adik kelas gua, udin namanya, datang dengan muka menekur.

“Mas. Maaf.” Ucapnya setengah berbisik.

“Ada apa?” tanyaku penasaran.

“Ini masalah mic mas.”

“Kenapa?” hatiku bertambah was-was dan pikiranku mulai kalut.

“Jadi gini mas, mic-nya udah ada enam. Tapi kabelnya cuma ada tiga. Kesimpulannya yang bisa dipakai Cuma tiga.”

Tanpa menanggapi omongan adik kelas ini, gua langsung mengambil langkah seribu. Gua berlari secepat mungkin menuju aula, memburu sang operator.

“Pak. Emang kabelnya kurang ya?” tanya gua begitu sampai disana.

Ia hanya mengangguk sambil terus memasang alat-alat ini.

“Gak bisa diusahain ya pak.”

Lagi-lagi gua tak mendapat penjelasan. Hanya sebuah anggukan dan deham yang tak jelas yang ia berikan.

“Terima kasih pak.” Ucap gua sembari menahan jengkel.

Gua meninggalkan bapak ini dengan lemas. Saat itu semua perjuangan yang meletihkan selama sebulan ini, seperti tak ada gunanya. Kaca-kaca imagenasi akan acara yang luar biasa, hancur berkeping-keping. Bak kaca yang dilempar dengan batu besar.

Kebetulan tak jauh dari tempat gua berdiri, ada Zidni. Mungkin si kaca mata itu bisa gua ajak berdiskusi. Batin gua. Kaki langsung bergerak begitu saja ke arah Zidni.

“Ada masalah nih, bro.”

“Apa bro?”

“Mic kita kurang. Aslinya sih pas. Tapi kabelnya kurang.”

Zidni mengangguk, lalu berucap dengan lirih.

“Repot juga ya bro. Gua nggak ada kabel di rumah.”

Yoga yang berdiri tak jauh dari sana, langsung ikut nimbrung.

“Gua punya kabel bro.” Ucapnya penuh semangat.

Wajah gua langsung sumringah. Secercah harapan kembali timbul di hati.

“Tapi bro.. Kunci rumah gua lagi dibawa kakak kuliah. Jadi gak bisa masuk.”

“Sama juga bohong. Gak niat ngasih solusi kamu, Ga.” Ucapnya kesal. Ia malah nyengir kuda.

Mas Ali dan mas Hendro yang kebetulan ada di situ juga, langsung menenangkan kami. Mas Ali berjalan mendekati gua dan kembali menembakkan kata-kata indahnya.

“Bukan mic yang membuat kalian bagus, tapi semangat dan tekat kuat yang membuat penampilan kalian akan menjadi luar biasa.” Ucapnya sambil menjatuhkan matanya ke arahku.

Gua menghela nafas. Semua beban yang tadi sempat menggelayuti tubuhku hilang begitu saja. Gua tersenyum tipis. Dalam hati gua bangga karena memiliki seorang guru seperti dia. Bagi gua, guru yang hebat itu tidak cuma memiliki skill tinggi, tapi juga harus mampu untuk membangkitkan semangat anak didiknya.

Waktu di dunia memang begitu cepat. Tanpa dirasa satu jam telah berjalan. Tepat pukul 07.30 WIB, murid-murid telah menyesaki aula ini. Kami para panitia kembali mendapat tantangan saat menyuruh peserta untuk mengisi barisan depan. Yaaah. Bukan rahasia umum lagi. Jika ada suatu acara kebanyakan murid pasti memilih duduk di belakang. Karena area ini yang paling strategis untuk tempat bercanda, tidur, ataupun kabur disaat kejenuhan telah melanda.

Antara pria dan wanita pun kami pisahkan. Kami beri jarak sejengkal langkah orang dewasa di antara mereka. Tapi tetap saja peraturan yang kami buat ini tidak berjalan seutuhnya. Semakin kebelakang, jarak antara pria dan wanita semakin dekat. Bahkan di barisan paling belakang mereka mulai bercampur.

Tetapi aku kembali bersyukur atas nikmat Allah. Karena apa? Bisa nebak gak? Yang bisa dapat foto penulisnya. Hahaha. Pasti pada gak minat ya. Dijamin ada juga yang nyletuk.

“Jelek banget nih penulisnya.”

Tapi jika ada yang bilang seperti itu saya ucapkan terima kasih. Kata guru saya, kalau ada orang yang menghina kita, itu artinya dia iri dengan apa yang kita punya. Dan dia gak dapat nglakuin hal itu.

Kembali ke cerita. Ya gua bersyukur karena di kepanitiaan ini kita memiliki team keamanan yang keren. Dan yang paling hebat dan kece adalah dua sejoli. Bang Bro alias Niar dan mas Ponang.

Bang bro memiliki tampang kebapakan dengan jenggot yang mulai menghiasi wajahnya. Tubuhnya gelap dan tinggi besar. Rona mukanya tampak garang. Mungkin saja yang nggak kenal sama dia bisa lari ketakutan. Tapi hatinya baik banget kok. Sedang pria bertubuh tambum yang bernama Ponang ini, memiliki link yang banyak dengan kakak kelas. Sehingga omongannya bisa diterima oleh mereka. Kesimpulannya, sedikit demi sedikit, barisan di belakang bisa teratur lagi dengan kecekatan mereka berdua. Dibantu guru-guru juga tentunya.

Acara pertama saat itu langsung dibuka oleh penampilan anak-anak ekstra nasyid SMA 02 Semarang. Kami sekitar dua puluh anak naik ke atas panggung. Yang laki-laki ada di barisan depan, sedang yang perempuan di barisan belakang. Dari atas panggung, bisa kulihat wajah peserta yang tampak bertanya-tanya. Wajar saja. Mereka pasti penasaran dengan apa yang akan kami bawakan.

Aku yang diberi amanah untuk memegang steam flute, sebuah alat tiup untuk mengambil nada dasar, mengamati semua peserta.

“Sudah siap?” Tanyaku pada mereka.

Semua kompak mengangguk.

Aku menarik nafas panjang lalu kutiup alat ini di nada F. Sekejap rentetan gerbong kereta api seperti hadir di tempat ini. Beberapa peserta menahan geli mendengar bunyi dari alat ini. Mungkin masih terasa asing di telinga mereka.

Secara unison, kami mulai menyanyikan lagu syahadat yang diaransemen sendiri oleh mas Ali. Sembari mengalirkan alunan nada, aku amati wajah peserta. Semuanya tampak datar bahkan cenderung bingung. Aku sama sekali tak menemukan wajah berbinar atau terpana dengan penampilan kami ini.

Suara Yoga dan Devi yang begitu merdu juga tak mampu membuat mereka berdecak kagum. Akhirnya hingga kami selesai menyanyikan lagu ini, tak ada satupun kepuasan dan kebanggaan yang kami dapatkan. Hanya sebuah tepuk tangan formalitas yang dihadiahkan pada kami, dan hal itu juga terkesan terpaksa menurutku.

Aduuuh. Cerita gua belum sampai bagian terseru nih, dimana grup nasyid keren ZANYAF akan tampil pertama kali. Tapi bos besar sudah kembali masuk. Dan lagi-lagi gua harus mengikuti rapat yang sangat amat menjenuhkan ini. Begini nih resiko jadi pegawai, harus mengikuti aturan yang membosankan dan membuat penat kepala. Sekali lagi gua ucapkan selamat untuk orang-orang yang telah jadi PENGUSAHA. Pasti asyik banget.

Oke-oke. Gua minta maaf nih buat para pembaca. Curhatannya dipending dulu yaaa. Semoga gua bisa dapat waktu senggang lagi. Jadi bisa nerusin cerita yang keren dan mantep ini. Cukup sekian dari gua buat episode ini. Wassalamualaikum.



Salam hangat dari kami Bamz Production

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blog Archive

Pengikut

Total Tayangan Halaman

Jadwal Shalat